Sudah hampir setahun aku tidak memperbarui blog dengan tulisan tentang terjemahan. Saking lamanya, ada yang menyangka blog ini sudah tidak aktif. Bukan karena malas, melainkan rasanya tulisan-tulisan di sini masih relevan. Menyimak komunikasi di berbagai grup penerjemah, pertanyaan dan rasa ingin tahu calon penerjemah masih sama seperti ketika aku mulai merintis karier. Pertanyaan-pertanyaan itu masih di seputar melamar ke penerbit, CV penerjemah, cara beriklan sebagai penerjemah, cara melamar ke agen penerjemahan, cara menjadi penerjemah internasional, tempat-tempat mencari lowongan kerja penerjemah, dan hal-hal senada.
Aku masih berprofesi sebagai penerjemah, masih terima order terjemahan buku dan nonbuku, termasuk sulih teks film. #kode
Tahun 2017 menandai sembilan tahun aku berprofesi sebagai penerjemah purnawaktu. Masih banyak peningkatan yang ingin kulakukan, di antaranya: ingin menjadi anggota berbayar ProZ, ingin kuliah lagi, ingin mengikuti pelatihan yang relevan dengan profesi penerjemah, ingin punya lisensi CAT Tool baru, ingin rutin berenang, dan ingin lebih sering jalan-jalan.
Baru-baru ini aku mendapatkan pengalaman berharga. Suatu hari, aku menerima surel dengan subyek “Butuh Translator.” Satu perusahaan besar mencari penerjemah untuk proyek kalender, tidak banyak, dan butuh cepat. Surel ditutup dengan kalimat, “Hanya saja Dirut kami membutuhkan kepastian dari seorang sworn translator.”
Setelah sepakat harga dan tenggat, bahan berbahasa Inggris itu pun kuterima lalu kuterjemahkan. Hasil terjemahan kukirimkan sesuai tenggat, tak lupa kulampirkan tagihannya. Ternyata… yang dibutuhkan adalah orang untuk memeriksa apakah tulisan bahasa Inggris dalam kalender itu sudah benar atau belum, bukan penerjemah yang mengalihbahasakan materi.
Menurutku, klien yang salah karena merasa telah menyatakan dengan jelas apa yang dibutuhkan sejak awal dengan subyek surel “Butuh Translator” dan kalimat “membutuhkan kepastian dari seorang sworn translator” tidak mencerminkan kebutuhan akan pemeriksa tulisan/editor/reviewer. Namun, aku memang tidak tidak mengonfirmasi kebutuhan calon klien. Menyadari kecerobohanku itu, dengan berat hati aku tidak menagih ongkos jasa terjemah karena bukan itu yang klien butuhkan. Aku menganggap ini sebagai pelajaran berharga yang nilainya sama dengan uang yang sedianya kuterima.
Jadi, demi kepentingan bersama, setiap menerima penawaran pekerjaan terjemah, pastikan informasi berikut ini ada di dalamnya:
- jenis jasa yang dibutuhkan: penerjemahan, penyuntingan, atau pemeriksa aksara (proofreader)
- pasangan bahasa
- volume (jumlah kata)
- tenggat
- format materi (dokumen yang dapat diedit, file hasil pindaian, atau bahan tercetak)
- contoh terjemahan (tidak usah banyak-banyak, satu paragraf saja cukup untuk menakar seberapa sulit/mudah materinya)
- berapa honornya. Untuk honor, aku tegaskan bahwa jumlah itu bersih, tanpa potongan biaya (transfer/pajak, dll.).
Semoga bermanfaat.
Kok sama ya,
– Pengen berenang lagi, sudah hampir 3 tahun gak berenang.
– Pengen punya Cat tools baru, tapi trados 2009 masih kepake.
– Pengen juga jadi proz berbayar, tapi kok kayaknya lebih enakan lisensi trados dulu deh. Sama benerin dulu lisensi Jendela dan Kantor dulu. hehehehe
Terima kasih banyak blog ku sudah disebut.
Kadang pengen juga nampilan tulisan blog kalau ada pertanyaan soal dunia penerjemahan. Cuma belum pede dengan tulisan sendiri.
Ngomong-ngomong, baru tahu juga kalau proofreader itu pemeriksa aksara. Tahunya cuman ‘tukang ngecek hasil terjemahan’. Bagus juga istilahnya.
Banyak keinginan bikin bekerja jadi tambah getol. 😀
halo Mba Dina.. iya udah lama gak baca tulisan Mba Dina, terima kasih banyak sharingnya. Kalau aku beberapa kali dapat pelajaran (berarti gak belajar2 kalau beberapa kali ya) untuk selalu memastikan adanya surat perjanjian kerja sama apa lagi soal jangka waktu pembayaran…
sukses selalu Mba Dina…!!!
Betul, kita ga boleh lengah mentang-mentang merasa udah lama berkecimpung dalam profesi ini. 🙂
Akhirnyaaaa, ada tulisan segar. Halo Mba Dina 🙂
Kalau saya malah kelewatan cerobohnya. Sekitar setahun lalu saya dapat job dari sebuah agensi langganan. Biasanya teks EN-ID, eh tahunya ID-EN, hampir 10.000 kata, legal pula. Saat itu saya iyakan saja (karena saya kira EN-ID) dan pada saat yang sama saya sedang dalam perjalanan. Email saya baca sekilas dari henpon. Jumlah 10.000 kata saja hanya terbaca 1.000 kata oleh saya. Begitu sampai rumah, eng… ing… eng. Mati aku! Nda kebayang kan, pontang-pantingnya seperti apa? Maka dengan memelas, saya minta untuk “dialihkan” saja ke kawan saya.
Benar-benar pelajaran yang harus diingat sepanjang hayat deh.
Waduh! #emoji_horor Aku juga pernah sih mengalaminya.
Terima kasih telah berbagi, semoga yang membaca bisa mengambil pelajaran untuk selalu memeriksa bahan dengan saksama sebelum menyanggupi pekerjaan agar tidak terjerumus.
Terimakasih sharingnya mbak
Sangat membantu untuk saya agar lebih teliti dalam menerima pekerjaan
Mungkin mbaknya sudah tau masalah saya
Saya “anak baru” di bidang ini jadi ga tau apa-apa soal menerima pekerjaan.
Oh ya mbak. Apa yang mbak tulis tadi bisa menjadi referensi untuk membuat syarat dan ketentuan sebelum kita deal dengan klien? Terus untuk tagihan mbak membuatnya seperti apa?
Kadang-kadang, klien menghubungi kita melalui WA, DM media sosial, bahkan telepon. Kita enggak selalu bisa menyodorkan “Ini syarat dan ketentuan saya” dengan saklek. Kita yang harus ingat elemen apa saja yang harus ada untuk menentukan apakah kita sanggup menerima pekerjaan itu atau tidak serta menghitung biaya yang akan dibebankan kepada klien. Kalau klien ga menyebutkan pasangan bahasa apa dokumennya, misalnya, kita yang harus tanya sebelum mengiyakan proyek itu.
Mengenai contoh invoice, kira-kira seperti ini: http://wp.me/a1eDSe-2L8
Semoga membantu.
Iya sih mbak
Kita juga yang harus aktif tanya sama si klien tentang detail pekerjaan biar kita tahu memberi tarif dsb
Baiklah mbak akan saya lihat contohnya
Oh ya mbak. Satu pertanyaan lagi
Kalo ada dokumen bentuknya seperti surat keterangan kelahiran dalam bentuk hardcopy terus difoto dan dikirim ke kitanya apa masih bisa kita terima juga mbak?
Bisa.
Untuk dokumen seperti surat keterangan kelahiran, ijasah, dll. biasanya diperlukan penerjemah bersumpah atau bersertifikat hukum. Karena bukan keduanya, aku tidak terima penerjemahan dokumen semacam itu. Jadi, bukan karena formatnya. Bila formatnya tidak dalam bentuk file yang dapat diedit, aku membebankan biaya tambahan. Simak: https://dinabegum.com/2013/05/27/tata-letak-dalam-dokumen-terjemahan/
Hmm bener juga ya mbak
Soalnya saya sendiri waktu dapat kerjaannya kaget banget begitu dikirimin datanya bahkan si klien agak kurang paham akan penerjemahan nama yang sebenarnya juga tidak perlu diubah. Toh sama aja sih. Beda kalau yang diterjemahkan dari bahasa Inggris ke Jepang itu langsung berubah
Baiklah mbak
Sekian pertanyaan dari saya. Sangat bermanfaat sekali postingan2 mbak
Terimakasih sudah menjelaskan kepada saya mbak 🙏