Sejak awal terjun ke dunia penerjemahan aku sudah tahu apa yang kuinginkan: menjadi penerjemah novel. Oleh karena itu, tanpa diminta aku berlatih menerjemahkan novel kesukaan. Jadi, ketika ditanya oleh seseorang yang entah bagaimana terinspirasi ingin jadi penerjemah tapi tidak tahu bagaimana cara memulainya, jujur saja aku harus berpikir sejenak sebelum menjawabnya. Aku hanya bisa menjawab berdasarkan pengalamanku, bahwa modalku menerjemah adalah (1) Gemar membaca. (2) Menguasai bahasa asing dengan baik. (3) Menguasai bahasa Indonesia dengan baik. (4) Bisa menulis dengan baik (5) Membangun jaringan dengan santun.
Gemar membaca itu mutlak, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kalau tidak suka membaca, lebih baik pertimbangkan profesi selain penerjemah. Menurut hematku, bila merasa kesulitan menguasai bahasa asing, belajarlah. Bila mahir berbahasa asing tapi masih merasa tidak bisa atau kurang mahir menerjemah, mungkin penguasaan bahasa Indonesianya yang perlu diasah. Bila pengalaman menerjemah masih sedikit, perbanyaklah menerjemah. Bila merasa menguasai baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia tapi kok masih kesulitan menerjemah, mungkin kemampuan menulisnya yang perlu ditingkatkan.
Aku jadi teringat sewaktu ikutan kursus penerjemahan umum 50 jam di LBI UI Salemba tahun 2008. Sebelum kursus ada tes. Kupikir tes menerjemah, ternyata bukan. Kami diberi beberapa artikel dalam bahasa Inggris lalu perintahnya adalah menceritakan kembali dua artikel (satu wajib, satu pilihan) dalam bahasa Indonesia sepanjang 1000 kata masing-masing (tulis tangan!) dalam waktu dua jam. Aku sama sekali tak menyangka. Belakangan, saat kursus berlangsung, dijelaskan bahwa tes itu membidik tiga hal: pemahaman terhadap bahasa asing, kemampuan menulis, serta kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar di samping melihat seberapa kaya kosa kata para peserta tes. Untuk yang ingin berlatih menerjemah, cobalah menulis resensi karya tulis berbahasa asing dalam bahasa Indonesia (atau bahasa daerah?). Sekali kayuh, empat pulau terlampaui: membaca, memahami bahasa asing, menulis, menggunakan bahasa Indonesia.
Ulasan buku yang kubuat tidak ada apa-apanya, tidak ada yang layak dimuat di media cetak. Namun, aku berusaha meluangkan waktu untuk melakukannya sebagai latihan.
Nah, selamat mencoba.
makasih mba DINA. Postingan yang sangat membantu 😀
kalau untuk kursus mjd penerjemah spt yg mbak Dina ikuti di Salemba UI, kira2 di kampus-kampus lain ada gak ya mba? di Unsoed Purwokerto, misalnya. Lembaga yang dimaksud mbak itu dibawah Pusat Bahasa di Kampus bukan ya mba? thanks
kalau ikut kursus kan lebih terjadwal dan serius daripada harus mendisiplinkan diri sendiri yang susah utk disiplin 😀
Sama-sama, dear.
Coba ditanyakan kepada universitas yang bersangkutan, ada ga kursus penerjemahan yang dimaksud 🙂
hehe iya ya betul juga 😉
Baru nyadar bahwa Inchen = Intan *chuckle*
kekekekek 😀 mba ‘dina’ juga ternyata nama pena ya :p
Iya, biar rada komersil >.<
😀 (*_*)
Ingin sekali bisa menguasai kelima modal yang Mbak Dina sebutkan. Makasih tipsnya mbak.
Sama-sama. Haduh, ibarat mobil, kalau Haya sih tinggal di-stater aja langsung jalan. Udah punya semua modalnya 😉
berarti yg seperti ini..
http://dedehsh.wordpress.com/2009/08/11/so-many-books-so-little-time/
http://dedehsh.wordpress.com/2009/12/15/photoreading/
http://dedehsh.wordpress.com/2010/03/08/six-thinking-hats-menyelesaikan-masalah-tanpa-masalah/
sudah berada di jalur yang benar ya..?
Nalurimu emang tajam, Dedeh 🙂
enggak nyadar kalau yg seperti itu bisa untuk latihan melampaui empat pulau sekaligus, sekali kayuh. berarti harus digalakkan lagi.. makasih pencerahannya 🙂
Sama-sama, dear. Teruskan perjuangan! 😀
pengen juga kaya Mbak Dina 😀
waktu itu ada seseorang yang meminjami saya buku. isinya tentang pengalaman para penerjemah. salut benar, Mbak 😀
Ayooo dimulai dong 😀
Harus berani memulai ya, walaupun terjemahan masih acak adul, dengan terus berlatih maka akan lancar dan semakin baik. Bukan begitu Mak Dina….
Betul banget.
Kalau dikritik aku malah seneng (walau agak sedih pada awalnya) karena jadi tahu kesalahan kita di mana.
Tips yang bener2 membantu nih dari seorang yang memang berpengalaman di bidangnya. Trims Mak Dina. 🙂
Makasih kembaliiii 😀
Ketahuan banget ya, aku ogah rugi waktu hihihi. Melakukan satu hal untuk beberapa tujuan sekaligus :p
Kesan pertama baca tulisan ini : santun dan enak dibaca. EYD-nya pas 🙂
Terima kasih 🙂
thanks Ka Dina postingannya.. ^ ^
aku baru tahu kalau ikut kursus di LBI UI Salemba seperti itu.. soalnya ada rencana pengen daftar juga waktu itu, tp pengen ambil yang Mandarin tp ga jadi.. hehee
thx Mbak
Sama-sama. Tapi seingatku, kelompokku adalah angkatan terakhir kepengurusan. Setelah itu pengurusnya ganti jadi aku enggak tahu apakah perekrutan peserta kursus menggunakan metode yang sama atau tidak.
Mengutip http://www.wikihow.com/Translate-Literary-Works:
Remember that no translation is perfect. The minute you begin to render your first sentence, the original is already lost in translation. It is your job not to find an equivalent but rather reconstruct the original as though it was written in the target language. Cultural concepts, shades of colour, shades of meaning, and even history can and will be lost. Don’t be afraid of that but instead embrace it
Ah, betapa tepatnya. Hatur nuhun, Rini.
Sami-sami, Mbak Dina. Memajang latihan di blog pun promosi yang layak dicoba, menurutku. Seperti ini: http://fiksilotus.com/
Mbak Dina, thanks infonya ya? Salam dari Aceh. Teruskan perjuangan 🙂
Sama-sama.
Sangat bermanfaat terima kaasih informasinya Mba Dina 🙂
terima kasih sekali untuk info2nya, dan terus terang apa yang pernah dialami oleh mbak dina, sekarang itulah yang sedang saya rasakan
Sama-sama.
Mba Dina mau tanya 🙂
kalau jadi penerjemah untuk novel khususnya, ada batas minimal umur gak? aku masih kelas 1 SMA tapi skor toefl-ku udah 560 dan aku sukaaaaa banget baca novel.
Enggak ada batas umur.
Jangan lupa mengasah keterampilan menulisnya.
Wah beneran? YES!
kalau misalnya saya hanya mengirim CV ke penerbit dengan lampiran terjemahan yang saya buat + hasil TOEFL saya itu boleh nggak mbak?
Jarang ada penerbit yang minta hasil tes kemampuan berbahasa asing. Biasanya mereka lebih mementingkan hasil tes terjemahan yang akan diberikan kepada calon penerjemah yang melamar.
Oke sekarang aku udah ngerti.
terimakasih banyak ya Mbak Dina udah jawab pertanyaanku.
sukses selalu dengan projek buku terjemahannya! 🙂
Semoga sukses juga untukmu.
Wah, jadi ingin ikut kursus seperti itu.
Kata-kata Mbak tepat sekali. Saya sendiri saat memulai, hanya bermodal jago bahasa inggris. Kesulitan menterjemahkan itu sangat terasa. Saat sudah mulai membaca, barulah terasa nyaman. Kedepannya, ingin berusaha merpekecil masalah penulisan.
Omong-omong mbak, di tempat yang menaungi saya. Ada editor yang akan membantu penulisan. Tapi dalam tulisan mbak. Sepertinya ditekankan sekali penerjemah itu harus bagus penulisannya. Jadi saya ingin tanya, apakah masalah penulisan juga lazimnya dibebankan pada penerjamah atau ada editor yang bertugas?
Hai Afi.
Sebagai penerjemah profesional, kita tentu ingin menonjol di antara penerjemah lainnya agar sering mendapatkan order. Jika hasil terjemahan baik, tentunya editor yang menggarap hasil terjemahan kita akan lebih mudah bekerja dan diharapkan akan menyukai kinerja kita sehingga kitalah yang terpilih saat penerbit membutuhkan jasa penerjemah.
Simak penuturan seorang editor berikut ini: https://dinabegum.com/2014/06/02/salah-satu-kriteria-agar-penerbit-disayangi-oleh-penerjemah-memberikan-tenggat-yang-wajar-agar-terjemahan-sudah-bersih-tidak-perlu-terlalu-banyak-disunting/
Mbak Dina, thanks banget buat tips and sharing-nya di blog ini. Ada yang mau aku tanyakan Mbak. Untuk mengirimkan CV dan contoh terjemahan ke penerbit itu bisa dilakukan kapan saja meskipun mereka sedang tidak buka lowongan? Dan pada waktu mengirimkan hasil terjemahan apakah perlu menyertakan script aslinya? Thanks a lot ya Mbak
Sama-sama, nonieroelen.
Ya, dan ya.
Mbak Dina, apakah telat rasanya jika mulai menggeluti bidang penerjemahan di umur 26 th? Karena saya baru menyadari kalo saya tertarik dengan bidang penerjemahan. apa yang harus saya lakukan untuk mengejar ketertinggalan saya Mbak Dina? Makasi Mbak.
Tentu tidak. Aku mulai merintis karier sebagai penerjemah purnawaktu sejak umur 38 tahun.
Aku enggak bisa menjawab apa yang harus dikau lakukan, tetapi bisa menceritakan apa yang kulakukan saat itu, silakan: http://wp.me/p1eDSe-eV
Terima kasih Mba Dina utk tips2nya.. 🙂
Sama-sama, Endang. 🙂
Sudah banyak mencari info tentang bagaimana menjadi penerjemah novel. Bertemu dengan postingan ini membuat saya semakin tertarik menjadi penercemah. Sedikit cerita, saya adalah lulusan baru, namun sampai saat ini belum mendapat pekerjaan. Dengan latar belakang lulusan Sastra Inggris, saya berkeinginan untuk mencoba menjadi penerjemah karena saya sangat suka membaca novel. Terima kasih atas tulisan ini mba, saya menjadi semakin termotivasi. 🙂
Terima kasih, Nomchim.
Teruslah berlatih menerjemah. Semoga sukses!
Mb Dina masih aktifkah sekarang? Saya mahasiswa Sasing UT jg, saya merasa ga pd sebagai mahasiswa Sasing karena tidak lancar berbahasa inggris, saya jg berniat di bidang penerjemahan..please can you give me advice..thanks Mb Din..
Salam.
Saranku, pelajari dan kuasai baik-baik bahasa Indonesia dan bahasa asing, sambil mengasah keterampilan menulis.
Hai lagi mb Din..terimakasih atas balasan dan nasehatnya…mmm saya sedang mencoba menerjemahkan buku- buku pelajaran Translation kembali mungkin di tambah buku cerita dan saran mb Din 100% benar , saya masih harus banyak membaca dan menulis karena menerjemahkan juga seperti menulis lagi.ooh by mb Din..you don’t need answer this, i know you very busy.
Kak saya mau tanya, kan saya juga rencananya mau mengambil kelas penerjemah di LBI FIB UI. Tp saya masih bingung pilih yang Indonesia-Inggris atau Inggris-Indonesia. Nah menurut pengalaman kakak, saya lebih baik pilih yang mana ya? Saya masih pemula dan belajar bahasa bukan latar blkg saya sebelumnya. Mksh kak
Hai Denis,
Terima kasih sudah mampir ke blogku.
Itu terserah kamu.
Waktu itu aku kursus sudah menguasai bahasa Inggris dengan baik dan bahasa Indonesiaku kurasa baik juga, dan aku mengikuti kursus penerjemahan Inggris-Indonesia. Silakan simpulkan sendiri.