Salam mbak … mau tanya, pengalaman pertamaaaa banget mb Dina jadi penerjemah gimana, terutama untuk buku? apa Mbak Dina beli bukunya dari penerbit luar gitu? trus, gimana untuk memastikan buku itu blm ada yang menerjemahkan?
Membaca pesan itu aku jadi mengenang saat-saat pertama kali menerima order penerjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
Dokumen nonbuku
Sejak kuliah aku sudah berusaha menerjemahkan artikel untuk keperluan tugas kuliah. Karena pernah dipuji oleh seorang dosen, teman-teman dan kakak kelas kemudian menggunakan jasaku untuk menerjemahkan artikel dengan imbalan Rp500 per lembar. Menjelang pensiun dini tahun 2008, lewat Friendster seseorang menghubungiku untuk menanyakan tentang jasa penerjemahan laporan sebuah proyek World Bank. Honor yang kami sepakati adalah Rp150 per kata (hasil). Kerja sama ini berlangsung selama beberapa bulan. Sampai sekarang aku masih menggarap penerjemahan dokumen nonbuku dari dalam dan luar negeri.
Komik
Aku ditawari menerjemahkan komik oleh teman sekelas kursus penerjemahan yang kemudian menjadi editor di salah satu penerbit. Komik berwarna itu terdiri dari 48 halaman. Aku diberi waktu satu bulan untuk menyelesaikan dua buah komik, Legenda Afrika dan Legenda Mesir dengan honor Rp750.000 per komik. Tahun 2008.
Buku nonfiksi
Menanggapi email dari sebuah penerbit yang sedang mencari penerjemah yang disebarkan melalui milis Bahtera, kukirimkan surat lamaran yang disertai resume dan contoh terjemahan. Setelah itu, penerbit mengirimkan beberapa halaman teks untuk diterjemahkan. Aku lulus tes. Yaaay! Namun, tunggu punya tunggu, order tidak kunjung datang. Enam bulan berlalu, kuberanikan diri untuk menindaklanjutinya. Ternyata respons yang kuterima positif. Bukunya The Law of Attraction for Happy Family dengan honor Rp15.000 per lembar jadi (2 spasi, jenis huruf Times New Roman 12, margin kiri 3,17, margin atas dan bawah 3,54). Tahun 2009.
Novel
Sejak awal, cita-citaku memang ingin menjadi penerjemah novel. Aku penggemar Clive Cussler dan sangat ingin menerjemahkan karya-karyanya. Aku menulis email kepada Pak Cussler, yang dibalas oleh Dirk Cussler, anaknya yang juga menulis novel. Dirk memberitahuku bahwa beberapa novel ayahnya sudah diterjemahkan oleh sebuah penerbit di Indonesia. Bayangkan betapa bahagianya hatiku menerima email itu! Aku pun mengajukan lamaran sebagai penerjemah lepas kepada penerbit tersebut, sambil menyatakan keinginanku untuk menerjemahkan sebuah novel karya Pak Cussler. Aku belum beruntung. Mungkin ceritanya (atau kemungkinan besar hasil terjemahanku) dianggap kurang menarik. Sampai sekarang cita-citaku menerjemahkan novel-novel tentang petualangan Dirk Pitt dan Al Giordano itu belum kesampaian. Tidak putus asa, melalui Facebook aku bergabung dengan grup-grup penerbit buku. Kutanyakan kepada adminnya ke mana aku harus mengirimkan surat lamaran sebagai penerjemah lepas. Setelah itu, kukirimkan surat lamaran, resume dan contoh terjemahan ke email yang diberikan.
Pesan yang kuterima pada tanggal 16 September 2010 lalu membuat hatiku berbunga-bunga berjuta rasa itu menawarkan pekerjaan menerjemahan buku Sherlock Holmes and The Baker Street Irregular seri 3 dan 4 per buku sekitar 250 halaman dengan honor Rp8/ karakter tanpa spasi untuk hasil jadi. Deadline kurang lebih 4 bulanan.
Yang kujawab dengan kalem: “Mau banget.Trims. No. Hpku 08xxxxxxxx” Padahal aslinya aku ajojing gila-gilaan. 😀
Subtitle film seri
Kalau ini aku benar-benar melakoninya karena penasaran. Saat itu (tahun 2010) di milis Bahtera ada yang sedang mencari beberapa calon subtitler untuk dilatih agar bisa menerjemahkan film untuk sebuah penyedia layanan TV kabel. Aku pun mendaftar dan lulus tes. Meskipun mengasyikkan, sayangnya menurutku imbalannya (Rp80.000 per film) kurang sepadan dengan tenaga yang kucurahkan untuk menggarap penerjemahan teks film. Jadi, setelah merasa menguasainya kuputuskan untuk menekuni penerjemahan buku & dokumen saja, kecuali honornya oke.
Hendarto Setiadi:
“Klien langsung, misalnya perusahaan atau lembaga kebudayaan, membayar lebih tinggi dibandingkan TV swasta, apalagi untuk bahasa sumber selain bahasa Inggris. Sekadar contoh, terjemahan subtitle Jerman-Indonesia dihargai di atas Rp 500.000/30 menit. Itu dengan catatan naskah + time code disediakan oleh klien, jadi tidak termasuk transkrip dan spotting.”
Agensi asing
Sekitar tahun 2011, aku melamar ke agensi penerjemahan asing menjawab iklan lowongan di mailing list Bahtera. Saat itu honor yang kudapat yaitu USD 0,05 per kata.
–oOo–
Tentunya seiring bertambahnya pengalaman, harapan pendapatan semakin meningkat. Setelah menerjemahkan jutaan kata, melakukan kesalahan dan memperbaikinya, wajar saja bila kita lebih menghargai diri sendiri dan meminta honor yang lebih tinggi daripada ketika kita menjadi penerjemah pemula. Bila sudah kewalahan menerima order, itu tandanya Anda harus menaikkan honor. Jika pemberi kerja yang sekarang tak sanggup menaikkan honor, carilah pemberi kerja yang mampu membayar jasa Anda. 😉
Nah, begitulah hasil mengheningkan cipta sore ini sambil memandangi rak buku-buku terjemahanku yang sudah terbit.
Baca juga:
Berapa Potensi Penghasilan Maksimal Seorang Penerjemah Lepas?

Kereenn maak kisahnya..
Memang betul ya, selalu ada yang pertama untuk menjadi sesuatu. Kalo gak mulai2 ya gak akan jadi.
Aku juga dulu punya impian ingin jadi penerjemah waktu aku kecil. Tapi emang alu gak PD jadinya gak mulai2 deh, sampe sekarang, cuma jadi angan2 yang tertulis aja 🙂
Tunggu apa lagi? Ayo mulai dong.
Tahun 2009… berarti Mbak Dina-lah salah satu yang “mengalahkanku” dalam tes:)
Yang bener?! Ah, aku lagi beruntung aja tuh 😉
Hehe, serius. Waktu itu dua lainnya adalah Fahmy Yamani dan Lulu:) *menjura*
*Menjura juga* _/\_
Salam kenal Mba Dina, aku baru di dunia internet and bbrp pekan ini tertarik mencari informasi ttg dunia terjemahan. Dan akhirnya nemu blogx Mba Dina. Jujur article2 di blog Mba Dina sangat bermanfaat. Sekalian minta ijin unt menambahkan blog Mba di Newsfeed aku. He. Btw, rak bukunya ada brp Mba Dina?
Salam kenal juga Robert, silakan, dengan senang hati.
Semoga sukes dengan pencariannya 😀
Rak bukuku? Ada beberapa: https://dinabegum.wordpress.com/2013/04/23/perpustakaan-kecilku/
waduh…. gitu ya penerjemahan teks subtitle film, padahal aku pengen banget nerjemahin subttitle…. 80 ribu per film itu durasi pengerjaannya berapa lama mba? curious>>>>>>>
Aku ngerjain 1 film seri 40 menit seharian karena harus ngepasin durasinya juga ;'(
Mungkin di tempat lain enggak segitu honornya. Entahlah.
Dina yg selalu jaga keseimbangan, selain menerjemahkan, tak lupa di sudut kanan bawah rak bukunya itu lhooo…merajut…he he…salutku Dina!
Itu salah satu obat “burnout,” BuLan 😀
halo mb Dina
salam Kenal
saya Afrill
Saya berharap bisa seperti mba Dina nantinya.
sekarang saya memasang iklan di sebuah koran lokal
yang menawarkan jasa terjemahan saya.
untuk lebih bisa dikenal klien, boleh minta sarannya mba? Thanks
Hai Afrill salam kenal.
Caraku agar lebih dikenal klien sederhana saja: berkenalan 😉 Tidak dengan ujug-ujug alias langsung menyodorkan kartu nama ke setiap orang, melainkan salah satunya dengan mengikuti acara berbagai komunitas sesuai dengan minat. Selain untuk mengusir kejenuhan bekerja di rumah, cara itu juga jitu untuk menambah wawasan. Menulis blog juga cara lain yang kulakoni agar lebih dikenal oleh calon klien. Semoga bermanfaat.
thanks mba Dina,
kalo boleh tahu, mba Dina masuk komunitas apa aja ya?
i’d like to join, hehehe
Yang sesuai dengan minatku, Afrill. Mulai dari komunitas penggemar baca buku, komunitas Emak-emak blogger, komunitas Himpunan penerjemah Indonesia sampai komunitas merajut 😉
https://dinabegum.wordpress.com/category/laporan-pandangan-mata/
Pingin nge-like reply comment di atas:) Moga-moga kesampaian nerjemahin novel2 yang diidam-idamkan ya mba…
Aaaamiiiiiiin *pake toa.* Makasih, Lulu.
wah, aku pengen juga nyoba nawarin diri kepenerbit mbak. Aku udah mulai nyambi jadi penerjemah artikel freelance. Tapi baru di lingkungan teman-teman kuliah aja.
Cobalah… cobalah! Asyik lhooo.
Aku pernah nerjemahin telenovela, mbak. 10 ribu per episode >.<
Wadaw! Kapan tuh? Zaman telenovela Escrava Isaura?
keren sekali mbak..
Saya baru ingin memulai.. Ingin memulai dari yang sederhana dulu. Gimana caranya ya mbak?
Caranya ya dengan banyak membaca dan menerjemahkan. Enggak ada cara lain.
Salam mbak Dina,
Blognya informatif sekali! Makasih sudah menuliskan semuanya…:)
saya hanya pernah menerjemahkan naskah/dokumen untuk non-penerbit dan sekarang pengen banget menerjemahkan buku untuk penerbit. tapi saya belum pernah masukin ke penerbit, karena selalu bingung untuk menentukan contoh terjemahan mana yang akan saya kirimkan bersama surat lamaran untuk penerbit. apa saya kirim saja yang sudah pernah saya terjemahkan? atau saya bikin terjemahan baru, yang kemungkinan akan “mencuri” perhatian penerbit? misal novel, lalu apakah harus contoh terjemahannya kita cari novel yang belum pernah diterjemahkan, atau asal novel saja dan bab pertama saja? atau bagaimana…mohon sarannya…
Maaf pertanyaannya ribet ya..
Hai Metta. Makasih udah baca-baca tulisanku.
Dokumen yang dilampirkan bersama surat lamaran sebaiknya disesuaikan dengan posisi yang dilamar. Kalau melamar untuk jadi penerjemah novel, buatlah contoh terjemahan novel. Begitu juga dengan buku nonfiksi dan melamar untuk menjadi penerjemah nonbuku. Dulu, aku menerjemahkan beberapa halaman dari novel kesukaan yang belum diterjemahkan, kupilih bagian yang kira-kira memperlihatkan kebolehanku menerjemahkan.
Semoga membantu.
nice post mba Dina, thanks banget ya 🙂
mba, btw, kalo mau memulai belajar mjd penerjemah, baiknya gimana dulu? gabung dg BAHTERA? atau ikut pelatihan2 calon penerjemah. bagi2 info donk mba 😀 makasih
Trims Inchen. Aku belajarnya ya menerjemahkan sendiri aja dan banyak baca. Ga menunggu harus ini dulu atau itu dulu. Kalau merasa belum mampu menerjemahkan, mungkin penguasaan bahasanya yang perlu diasah, baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia.
Di Bahtera aku mengikuti diskusinya dan kalau menanyakan sesuatu aku search dulu sebelum bertanya. Kalau benar-benar pertanyaanku belum dibahas baru deh kutanyakan.
wah mbak dina keren pisan euy…. aku juga suka nerjemahin mbak. dari jaman kuliah aku udah coba2 nerjemahin dirental komputer, kadang nerjemahin buku temen. proyek nerjemah plg besar buatku pas ngerjain buku panduan wisata Jateng yang dibikin dinas pariwisata. gimana si mbak caranya jadi penerjemah profesional? aku emang blm banyak pengalaman tapi pengen banget terjun kedunia ini 😉
Terima kasih 🙂
Cara menjadi penerjemah profesional yaitu dengan menjual jasa penerjemahan.
Untuk menerjemahkan buku, aku melamar ke banyak sekali penerbit.
Sebagian besar oder nonbuku yang kudapatkan berdasarkan informasi mulut ke kuping. Dari teman-teman sekantor dulu, atau dari orang yang sudah pernah bekerjasama denganku.
https://dinabegum.wordpress.com/2013/06/27/order-terjemahan/
Hi Mba Dina, aku yang nanyain harga buku untuk penerjemah amtatir itu loh di Bahtera, dan trmksh sudah jawab di milis Bahtera.
Lugas, informatif tapi tetap santai dan ramah. Itu yang saya tangkap dari tulisan-tulisan Mba Dina.
Mengagumkan. Btw, Mba Dina ada rekomendasi software free yang bisa dipakai penerjemah amatir seperti saya.
Btw, menerjemahkan film, haha… Saya ngerjain itu sekarang Mba dan memang honor mereka (sampai sekarang pun) masih sebesar itu, haha…. (miris.com).
Trims before dan menjura buat Mba Dina 🙂
Hai Loly. Makasih sudah mampir. *berbunga-bunga*
Aku ga yakin apakah pemahaman kita tentang perangkat lunak penerjemahan amatir itu sama. Apakah yang dimaksud seperti ini:
https://dinabegum.com/2013/08/29/makhluk-bernama-cat-tool/
Reading it 🙂
Arigato Mba Dina 🙂
*(teteup) menjura.com, hehe… :p
Mau tanya mbak, apa menjadi penerjeman freelance harus punya sertifikat?
Hai, Khaulah Al-Khansaa, tidak perlu sertifikat untuk menjadi penerjemah lepas, yang diperlukan adalah kualitas dan taat deadline.
Aku mengambil sertifikasi pada tahun 2014, setelah beberapa tahun menjadi penerjemah freelance.
Mba dina, mau tanya, bagaimana cara melamar menjadi penerjemah freelance? Saya ingin dari dulu, tp belum kesampaian juga dan tidak tahu bagaimnana carany
Salam, Annisa.
Semoga tulisan mas Erich ini bermanfaat: https://dinabegum.com/2015/03/04/melamar-ke-penerbit/